Sabtu, 03 Maret 2012

Gerakan Edukasi Nutrisi: Cerdaskan Ibu, Cerdaskan Indonesia

Berbicara tentang kesehatan ibu, saya sangat tergelitik dengan sebuah ungkapan dari Dr. Harni Koesno, MKM, ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Beliau menegaskan bahwa “jika kaum ibu sehat, maka semua masalah akan terselesaikan”. Itu artinya kesehatan ibu terutama ibu hamil merupakan akar dari semua masalah bangsa. Oleh karena itu masalah kesehatan dan gizi ibu menjadi salah satu target Millennium Development Goals (MDGs). Mengingat angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, MDGs memiliki target untuk menurunkan AKI di Indonesia dari 228/100.000 kelahiran pada tahun 2007 menjadi 102/100.000 kelahiran pada tahun 2015 nanti.
Masalah kesehatan ibu dikhususkan ibu hamil masih menjadi masalah yang kompleks. Ketidakseimbangan zat gizi saat hamil, minimnya edukasi nutrisi, serta rendahnya tingkat perekonomian masyarakat dipandang sebagai penyebabnya. Ketiga penyebab itu saling memperkuat perannya dalam memperburuk kesehatan ibu hamil. Untuk mewujudkan Indonesia prima dimasa mendatang dibutuhkan kerja keras semua pihak dalam meminimalisir ketiga masalah yang menjadi akar penyebab buruknya kesehatan ibu hamil di Indonesia.
Banyak ibu maupun calon ibu yang menganggap remeh masalah nutrisi, terutama nutrisi saat hamil. Hal ini diperkuat oleh rendahnya pengetahuan ibu mengenai betapa pentingnya nutrisi bagi tumbuh kembang janinnya. Selain itu, tidak sedikit pula dari mereka yang tidak tahu bahwa kebutuhan zat gizi saat hamil mengalami peningkatan. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan peran pemerintah maupun nonpemerintah dalam memberikan edukasi nutrisi pada ibu hamil (bumil). Edukasi nutrisi dapat membantu menciptakan keseimbangan nutrisi saat hamil maupun pasca melahirkan.
Keseimbangan nutrisi saat hamil sangat penting karena nutrisi berguna untuk perkembangan janin, baik untuk perkembangan otak, fisik, maupun alat-alat vital tubuh lainnya seperti jantung, hati, paru-paru, lambung dan ginjal. Defisiensi nutrisi dapat berdampak buruk bagi perkembangan janin dan bayi. Berikut adalah beberapa zat gizi yang sangat berpengaruh pada masa kehamilan, diantaranya:
a.       Kalori
Kebutuhan kalori ibu hamil mengalami peningkatan 300 kalori yang berguna untuk pertumbuhan janin, pembentukan plasenta, pembuluh darah, otak dan jaringan baru. Kalori dapat diperoleh dari sumber karbohidrat seperti nasi, kentang, jagung, dan gandum.
b.      Protein
Kebutuhan protein ibu hamil meningkat 25 gr yang berguna untuk pertumbuhan jaringan pada janin. Protein juga dapat menjadi sumber kalori. Protein bisa diperoleh dari sumber hewani (susu, daging, ikan, telur, dll) dan sumber nabati (tempe, tahu, kacang-kacangan, dll).
c.       Asam folat
Ibu hamil membutuhkan asam folat sebanyak 600 mg. Asam folat sangat penting dalam perkembangan embrio, membantu mencegah cacat pada otak dan tulang belakang (spina bifida). Kekurangan asam folat dapat menyebabkan kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan pertumbuhan janin kurang. Asam folat dapat diperoleh dari sayuran berwarna hijau, jus jeruk, buncis, kacang-kacangan dan roti gandum.
d.      Zat besi
Ibu hamil membutuhkan zat besi sebanyak 27 mg sehari yang berguna untuk memproduksi hemoglobin yang berperan membawa oksigen ke jaringan tubuh. Zat besi juga dapat mencegah anemia pada ibu hamil. Defisiensi zat besi mengakibatkan bayi prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR). Zat besi dapat diperoleh dari daging merah, kacang-kacangan, ikan, unggas, belut, maupun dari suplemen.
e.       Seng (Zn)
Kebutuhan zat seng ibu hamil adalah 25 mg sehari yang berguna untuk menghindari resiko lahir prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR). Selain itu seng berfungsi untuk mencegah bibir sumbing pada bayi. Zat ini dapat diperoleh dari daging merah, gandum utuh, kacang-kacangan, dll.
f.       Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah sekitar 1000 mg per hari yang berguna untuk menguatkan tulang dan gigi, membantu kontraksi dan dilatasi pembuluh darah, kontraksi otot, mengantarkan sinyal saraf, dan sekresi hormon. Kalsium dapat diperoleh dari ikan teri, dan susu serta produk olahannya.
g.      Vitamin A
Vitamin A berperan penting dalam menunjang fungsi penglihatan, imunitas, pertumbuhan dan perkembangan embrio. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan bayi lahir prematur dan BBLR. Vitamin A dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran berwarna merah, hijau atau kuning, mentega, susu, kuning telur dan lain-lain.
h.      Vitamin C
Ibu hamil membutuhkan 85 mg vitamin C setiap hari untuk membentuk kolagen dan menghantar sinyal kimia di otak. Selain itu Vitamin C juga membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Vitamin C dapat diperoleh dari jeruk, tomat, jambu biji, dll.
i.        Iodium
Kebutuhan iodium ibu hamil meningkat 50 mcg yang berguna untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Defisiensi iodium mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid (gondok) dan kretinisme (cacat mental, bentuk tubuh abnormal, dan IQ rendah).
j.        Zat gizi lainnya
Ibu hamil juga membutuhkan lemak sebagai cadangan energi untuk persiapan melahirkan dan menyusui (laktasi). Lemak dapat diperoleh dari minyak kelapa, telur, daging, ikan segar, minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, dll.

Selain untuk perkembangan janin, nutrisi juga dibutuhkan oleh ibu dalam mempersiapkan kelahiran bayi. Defisiensi zat gizi dapat menyebabkan berbagai macam masalah dalam proses persalinan, diantaranya persalinan sulit, persalinan prematur, pendarahan bahkan kematian ibu dan anak. Keseimbangan nutrisi juga sangat penting dalam mempersiapkan proses laktasi (menyusui). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bayi harus mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahirannya. Untuk merealisasikan hal itu, ibu harus memenuhi kebutuhan nutrisinya agar dapat mensekresi ASI dengan optimal. Selain itu, nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu akan berpengaruh pada kandungan nutrisi ASI yang dihasilkan. Setelah kelahiran, bayi akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan karena pada saat lahir organ-organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna. Oleh sebab itu, bayi juga membutuhkan zat gizi untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

Kebutuhan zat gizi ibu juga mengalami peningkatan selama proses menyusui, baik gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun gizi mikro (vitamin dan mineral). Oleh sebab itu, ibu harus mengonsumsi makanan yang sehat dan mengandung zat gizi yang lengkap. Perlu diketahui bahwa pada 6 bulan pertama kelahiran bayi, ibu harus memberikan ASI eksklusif. Itu artinya bayi memperoleh zat gizi hanya dari ASI. Setelah berumur 6 bulan baru bayi boleh diberi makanan pendamping ASI. Hal itu karena organ pencernaan bayi yang berumur dibawah 6 bulan belum siap untuk mencerna makanan dengan tekstur yang lebih kasar dari ASI. Pemberian makanan selain ASI pada bayi berumur dibawah 6 bulan akan memberikan dampak buruk pada saluran pencernaannya, seperti infeksi saluran pencernaan.

Jadi sangat dibutuhkan peran kita dalam memberikan edukasi nutrisi pada ibu-ibu, terutama ibu hamil agar tercipta ibu cerdas yang melek gizi. Terciptanya ibu-ibu cerdas yang melek gizi di Indonesia diharapkan dapat membawa Indonesia ketingkat yang lebih baik lagi. Ibu-ibu cerdas yang melek gizi akan mencetak generasi-generasi emas bagi Indonesia dimasa yang akan datang. Untuk itu, ayo dukung ibu agar menjadi ibu cerdas yang melek gizi.

semoga bermanfaat...... 

Tulisan ini murni karya pribadi yang akan digunakan untuk mengikuti blog writing competition yang diadakan oleh sari husada Nutrisi untuk Bangsa (NUB). Ayo ciptakan ibu cerdas yang melek gizi!!! Bagi yang berminat ikutan lomba ini, untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi http://nutrisiuntukbangsa.org/blog-writing-competition/

Senin, 16 Mei 2011

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

UPAYA MEMPERTAHANKAN KONSENTRASI H+


UPAYA MEMPERTAHANKAN KONSENTRASI H+

Inti dari kesimbangan asam-basa adalah upaya mempertahankan konsentrasi H+ di CES karena proses-proses dalam sel peka terhadap perubahan konsentrasi H+. Darah manusia mempunyai pH 7,4. pH darah merupakan pH plasma yang sebenarnya, plasma yang mencapai keseimbangan dengan sel darah merah karena sel darah merah mengandung hemoglobin yang secara kuantitatif merupakan buffer darah yang paling penting.
Keseimbangan H+
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H+ bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H+ terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H+ secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
·         pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H+ dan bikarbonat.
·         katabolisme zat organik
·         disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H+.
Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
·         perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
·         mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
·         mempengaruhi konsentrasi ion K+.
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H+ maka tubuh berusaha mempertahankan ion H+ seperti nilai semula dengan cara:
·         mengaktifkan sistem dapar kimia
·         mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
·         mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
·         Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat. HCO3 terbentuk dalam tubuh sbb:
    • CO2 dan H2O------------------------ H2 CO3
    • H2CO3 H+   +   HCO3 ------------H2CO3------ CO2 +H2O
      Sistem paling penting bagi darah dan jaringan adalah garam sodium Bicarbonat NaHCO3 dan asam bicarbonat H2CO3
      Normal: Ratio Konsentrasi HCO3- : H2CO3 = 20:1.
·         Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
    • Protein terdiri dari bermacam asam amino yang mempunyai asam bebas (COOH) yang dapat berdisosiasi menjadi COO- dan H+
    • Mempunyai NH3OH yang dapat terdisosiasi mejadi NH3+ dan OH-
    • OH- dapat bereaksi dengan H+ membentuk H2O .
·         Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
·         Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
    • Terdiri dari 2 elemen: NaH2PO4 dan Na2 HPO4.
    • Bila terdapat asam kuat (HCl) maka terjadi: HCl + Na2HPO4---Na2HPO4+ NaCl
    • Buffer sistem ini sangat penting dalam cairan tubulus ginjal dan intraseluler, tetapi pada cairan ekstraseluler konsentrasinya lebih rendah daripada Bicarbonat Buffer.
Pendaparan (buffering)
1.      Buffer dalam darah
Protein plasma merupakan buffer yang efektif karena baik gugus karboksil bebas maupun gugus amino bebasnya berdisosiasi. System buffer penting lainnya adalah disosiasi gugus imidazol residu histidin dalam Hb. Hb terdapat dalam jumlah besar dalam darah dan mengandung 38 residu histidin sehingga memiliki kapasitas buffer 6x lebih besar dari protein plasma. Selain itu, kerja Hb sangat unik karena gugus imidazol dioksihemoglobin kurang berdisosiasi sehingga bersifat asam yang lebih lemah dan menjadi buffer yang lebih baik. System buffer utama dalam darah yang lainnya adalah system asam karbonat-bikarbonat. System ini termasuk system buffer yang efektif karena jumlah CO2 yang terlarut diatur oleh pernafasan. Selain itu, konsentrasi asam karbonat plasma diatur oleh ginjal. Apabila H+ ditambahkan ke dalam darah, asam karbonat berkurang seiring dengan semakin banyaknya asam bikarbonat yang terbentuk.
2.      Pendaparan in vivo
Pendaparan in vivo tidak terbatas dalam darah. Buffer utama di cairan serebrospinal dan urine adalah system bikarbonat dan posfat. Pada sel hewan, pengatur utama pH intrasel adalah transporter asam karbonat.
Sumber :
·         Ganong