Senin, 16 Mei 2011

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

Tugas Fisiologi


Tugas Fisiologi


Apakah tonsilitis atau penyakit amandel boleh dioperasi? kenapa?
Tonsil adalah organ yang membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Ia berisi banyak sel pertahan tubuh yang siap menerkam kuman terutama yang masuk saluran nafas. Sel pertahanan tubuh akan berusaha membuat senjata-senjata yang belum pernah dimiliki oleh tubuh untuk melawan berbagai jenis kuman. Tubuh anak-anak yang masih dalam proses tumbuh kembang masih belum banyak kenal berbagai kuman. Berbagai jenis senjata harus diproduksi oleh tubuh (yang pada awalnya tidak punya apa-apa) secara terus -menerus agar mampu menangkalnya. Dalam fase pertumbuhan inilah akan terlihat semua pos-pos pertahanan tubuh bekerja keras setiap waktu. Puncak kerja keras system pertahanan tubuh (termasuk didalamnya amandel) terdapat saat usia sekolah dasar. Inilah juga yang menerangkan mengapa amandel terlihat membesar pada usia anak SD. Amat sangat tidak lazim bila dijumpai amandel membesar pada usia bayi. 
Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok). Oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
KONTRAINDIKASI
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
  • Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
  • Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.
  • Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Sumber :

UPAYA MEMPERTAHANKAN KONSENTRASI H+


UPAYA MEMPERTAHANKAN KONSENTRASI H+

Inti dari kesimbangan asam-basa adalah upaya mempertahankan konsentrasi H+ di CES karena proses-proses dalam sel peka terhadap perubahan konsentrasi H+. Darah manusia mempunyai pH 7,4. pH darah merupakan pH plasma yang sebenarnya, plasma yang mencapai keseimbangan dengan sel darah merah karena sel darah merah mengandung hemoglobin yang secara kuantitatif merupakan buffer darah yang paling penting.
Keseimbangan H+
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H+ bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H+ terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H+ secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
·         pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H+ dan bikarbonat.
·         katabolisme zat organik
·         disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H+.
Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
·         perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
·         mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
·         mempengaruhi konsentrasi ion K+.
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H+ maka tubuh berusaha mempertahankan ion H+ seperti nilai semula dengan cara:
·         mengaktifkan sistem dapar kimia
·         mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
·         mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
·         Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat. HCO3 terbentuk dalam tubuh sbb:
    • CO2 dan H2O------------------------ H2 CO3
    • H2CO3 H+   +   HCO3 ------------H2CO3------ CO2 +H2O
      Sistem paling penting bagi darah dan jaringan adalah garam sodium Bicarbonat NaHCO3 dan asam bicarbonat H2CO3
      Normal: Ratio Konsentrasi HCO3- : H2CO3 = 20:1.
·         Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
    • Protein terdiri dari bermacam asam amino yang mempunyai asam bebas (COOH) yang dapat berdisosiasi menjadi COO- dan H+
    • Mempunyai NH3OH yang dapat terdisosiasi mejadi NH3+ dan OH-
    • OH- dapat bereaksi dengan H+ membentuk H2O .
·         Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
·         Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
    • Terdiri dari 2 elemen: NaH2PO4 dan Na2 HPO4.
    • Bila terdapat asam kuat (HCl) maka terjadi: HCl + Na2HPO4---Na2HPO4+ NaCl
    • Buffer sistem ini sangat penting dalam cairan tubulus ginjal dan intraseluler, tetapi pada cairan ekstraseluler konsentrasinya lebih rendah daripada Bicarbonat Buffer.
Pendaparan (buffering)
1.      Buffer dalam darah
Protein plasma merupakan buffer yang efektif karena baik gugus karboksil bebas maupun gugus amino bebasnya berdisosiasi. System buffer penting lainnya adalah disosiasi gugus imidazol residu histidin dalam Hb. Hb terdapat dalam jumlah besar dalam darah dan mengandung 38 residu histidin sehingga memiliki kapasitas buffer 6x lebih besar dari protein plasma. Selain itu, kerja Hb sangat unik karena gugus imidazol dioksihemoglobin kurang berdisosiasi sehingga bersifat asam yang lebih lemah dan menjadi buffer yang lebih baik. System buffer utama dalam darah yang lainnya adalah system asam karbonat-bikarbonat. System ini termasuk system buffer yang efektif karena jumlah CO2 yang terlarut diatur oleh pernafasan. Selain itu, konsentrasi asam karbonat plasma diatur oleh ginjal. Apabila H+ ditambahkan ke dalam darah, asam karbonat berkurang seiring dengan semakin banyaknya asam bikarbonat yang terbentuk.
2.      Pendaparan in vivo
Pendaparan in vivo tidak terbatas dalam darah. Buffer utama di cairan serebrospinal dan urine adalah system bikarbonat dan posfat. Pada sel hewan, pengatur utama pH intrasel adalah transporter asam karbonat.
Sumber :
·         Ganong



Rabu, 11 Mei 2011

forty fat female


TUGAS FISIOLOGI

1.      Apa itu forty fat female?
Batu empedu merupakan bahan kristalin yang dibentuk oleh tubuh yang mengalami   penimbunan. Batu empedu dapat terjadi di sepanjang sistem empedu, meliputi kantung empedu dan saluran empedu. Karakteristik ukuran batu empedu bervariasi, dari sebesar pasir sampai sebesar bola golf.
Batu empedu sering dijumpai pada wanita (female) yang berusia lebih dari 40 tahun (fourty), postur tubuh yang obesitas atau kegemukan (fat), dan tidak mempunyai keturunan (fertil). National Digestive Disease information Clearinghouse (NDDIC) melaporkan bahwa kelebihan estrogen  menjadi faktor yang mendukung pengembangan batu empedu. Tubuh yang kelebihan berat badan, kelebihan lemak atau obesitas menyebabkan peningkatan estrogen. Kelebihan berat badan juga mengurangi garam empedu dalam empedu. Wanita yang mengambil terapi penggantian hormon atau pil KB menambahkan estrogen untuk tubuh mereka sebagai bagian dari pengobatan dan meningkatkan sirkulasi estrogen. Hal ini meningkatkan tingkat kolesterol dalam empedu dan mengurangi gerakan kantong empedu yang merupakan prekursor untuk batu empedu. Wanita yang telah hamil lebih mungkin untuk membentuk batu empedu daripada wanita yang belum hamil. Kehamilan meningkatkan risiko batu empedu kolesterol karena selama kehamilan, empedu mengandung lebih banyak kolesterol, dan kantong empedu tidak berkontraksi secara normal.
2.      Apa hubungan kolesterol dengan batu empedu?
Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Cairan empedu yang berwarna hijau kecoklatan bertugas dalam proses penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, dan K. Cairan empedu penting dalam proses pencernaan, terutama lemak.
cairan empedu disimpan di kantong empedu yang terletak di bawah organ hati. Bila kadar kolesterol dalam tubuh meningkat dan hati tak bisa lagi mengeluarkannya, maka akan terbentuk batu empedu. Pada orang yang memiliki bakat kolesterol tinggi, ada lebih banyak lagi tumpukan kolesterol, dan sangat bisa mencetuskan batu empedu. Awalnya kolesterol mengendap, lalu biasanya terjadi penebalan dinding empedu. Selanjutnya akan terjadi perubahan kimiawi pada empedu yang disebut batu empedu.


Data Publikasi: